Oleh: Datu Syaikhu | 22 April 2011

SUPER MOON: Benarkah Signal Bencana?

 Akhmad Syaikhu

Minggu depan tepatnya Ahad 20 Maret 2011 WIB pukul 02.10 WIB sebuah peristiwa astronomi akan terjadi. Saat itu bulan akan berada dalam posisi terdekatnya dari bumi dan bertepatan dengan itu terjadi puncak purnama. Jika anda berkesempatan cobalah saksikan pada langit malam saat dini hari itu, malam itu akan terjadi bulan super ekstrim, purnama yang lebih besar dari biasanya. Peristiwa ini cukup banyak mengundang perhatian, apalagi banyak orang percaya dan khawatir terutama terkait prediksi dari kalangan astrolog, bahwa peristiwa astronomi ini akan diikuti oleh bencana, badai, gempa bumi, letusan gunung berapi dan bencana lainnya akan mengikuti. Bahkan di dalam banyak berita, peristiwa tsunami hebat yang melanda Jepang yang dimulai dengan gempa 8.9 SR  pun dihubungkan dengan fenomena Super Moon ini.Tulisan ini berbagi informasi tentang apa Super Moon itu? Mengapa Super Moon terjadi? Haruskah kita khawatir dengan Super Moon? Bagaimana pandangan-pandangan yang menghubungkan Super Moon dengan serangkaian bencana? Adakah teori yang mendukung dan bagaimana jika pandangan tersebut dihubungkan dengan fakta-fakta sebelumnya? Ayo dengar ceritanya.
Apakah “Super Moon” itu?
Istilah Super Moon ini mengacu pada bulan yang luar biasa besar atau purnama yang terjadi bertepatan dengan saat ketika bulan mencapai titik mutlak terdekat. Istilah super moon sendiri diperkenalkan seorang astrolog, Richard Nolle, ia menyebut bulan yang lebih dekat daripada rata-rata disebut Super Moon Extreme. Istilah tersebut diperkenalkan oleh Richard dalam sebuah artikel 1979 untuk majalah Horoscope Dell Publishing. Untuk astronomi sendiri istilah Super Moon tidaklah dikenal.
Mengapa Super Moon Terjadi?
Bulan mengitari bumi dengan orbit atau garis edar yang berbentuk sedikit lonjong atau elips, seperti bulat telur. Akibat lingkaran edar bulan yang elips, maka pada saat-saat tertentu bulan berada di titik terdekat dengan bumi, dan di saat tertentu ia berada pada titik terjauh. Pada saat paling dekatnya dalam astronomi disebut perigee, ketika itu jarak dari pusat bumi ke bulan adalah 356.410 km dan kita yang dibumi akan melihat bulan dalam besar maksimumnya. Saat paling jauh dari bumi disebutapogee, jaraknya 406.697 km, kita di bumi melihat bulan dalam besar minimumnya. Jarak rata-rata antara bulan dan bumi adalah  384.400 km dari inti bumi, sedang dari permukaan ke permukaan (bumi dan bulan) rata-rata 376.284 km. Saat perigee jaraknya 348.294 km dan saat apogee jaraknya 398.581 km.
Peristiwa perigee dan apogee sesungguhnya fenomena yang setiap bulan selalu terulang, namun ada yang istimewa saat perigee bulan pada 19 Maret 2011 nanti karena bertepatan dengan peristiwa purnama. Pada pukul 19:10 UT (20 Maret pukul 02:10 WIB) jarak bulan dengan bumi hanya 221.556 mil atau 356.577 km, sementara puncak purnama pada 19 Maret pukul 18:11 UT (20 Maret pukul 01:11 WIB). Jarak yang dekat inilah yang membuat bulan purnama lebih besar dan lebih terang dari biasanya.
Perigee bulan yang bertepatan dengan saat puncak purnama merupakan siklus 18 tahunan, artinya peristiwa ini hanya akan terulang setiap 18 tahun sekali. Angka 18 itu adalah hasil dari kelipatan terkecil periode bulan sideris dan sinodis (241 x 27,3 hari = 223 x 29,5 hari) = ± 6579 / 365 = 18 tahun.
Pandangan Astrologi ?
Mereka yang percaya pada ramalan bintang mungkin khawatir. Kalangan astrolog (bukan astronom) mengatakan ini merupakan sinyal akan adanya “moonageddon,” yaitu bencana gempa bumi, badai dan banjir yang disebabkan fenomena bulan ini. Bahkan ada astrolog yang memprediksikan gejolak pasar uang karena panik. (Kit Karson di Psikis Cosmos). Hal ini kita pahami, karena para astrolog mempelajari pergerakan planet, bulan, matahari, dan bintang-bintang dikaitkan dengan nasib manusia, baik secara individu maupun masyarakat. Ilmu yang mempelajari gejala antariksa yang dikaitkan dengan nasib tersebut disebut Astrologi.
Kalangan astrolog berupaya menunjukkan sejarah untuk memvalidasi prediksi mereka. Antara lain menunjukkan badai New England tahun 1938 dan Australia Hunter Valley banjir tahun 1955 terjadi selama Super moon. Pada Super moon terakhir di tahun 2005, pada sekitar waktu yang sama terjadi Badai Katrina dan Tsunami Indonesia. Tsunami Aceh 2004 yang merenggut lebih dari 200 ribu nyawa terjadi dua minggu sebelum super moon 2005. Begitu juga dengan bencana angin siklon Tracy yang menyapu Darwin Australia di tahun 1974. Tsunami 11 Maret 2011 yang baru-baru ini terjadi bagi kalangan astrologi juga bisa dianggap peristiwa yang membenarkan ramalan mereka sebelumnya.
Adakah Sains yang mendukung teori-teori ini?
Pete Wheeler dari Pusat Internasional untuk Radio Astronomi menyatakan tidak ada. Meskipun ia mengakui yang akan terjadi tanggal 19 Maret 2011 nanti bumi akan mengalami “air surut lebih rendah dari biasanya dan pasang lebih tinggi dari air pasang biasa.” Sebuah super moon menurutnya tidak akan menimbulkan pengaruh apa-apa.
Kalangan astronom lebih melihat itu hanya kebetulan, artinya terjadi dalam waktu berdekatan namun tidak ada argumentasi ilmiah yang dapat menjelaskan hubungan-hubungan itu. Anggapan spekulatif demikian hanya persoalan kreativitas menghubungkan semua bencana alam dikaitkan dengan posisi benda-benda langit.
Kalangan astronom melihat peristiwa perigee dan apogee sebagai peristiwa biasa, siklus bulanan dihubungkan dengan lintasan bulan yang ellips terhadap bumi. Hanya saja pada 19 Maret nanti saat terdekat bulan adalah berbarengan dengan bulan purnama.
Untuk menguji kebenaran pandangan yang menghubungkan perigee bulan yang bersamaan dengan purnama tentunya tinggal  memvalidasi data-data, apakah pada 18 tahun yang lalu saat supermoon terjadi pada maret 1993 terdapat fakta-fakta bencana yang berhungan dengan ini, demikian pula 18 tahun sebelumnya apakah selalu konsisten? Kesimpulan yang lebih kuat adalah tidak terdapat bukti ilmiah yang menghubungkan peristiwa supermoon dengan bencana tahun 1993 dan juga sebelum-sebelumnya.
Seorang ahli bumi dan planet dari Adelaide University, Dr. Victor Gostin menyatakan, predikdi  cuaca, gempa, gunung meletus dan bencana lainnya berdasarkan konfigurasi planet tidak pernah akurat sepenuhnya. Namun, menurut dia dimungkinkan ada suatu korelasi antara gempa bumi berskala besar di dekat katulistiwa dan kondisi bulan. “Analoginya seperti pasang surut air laut, pergerakan bumi akibat gravitasi bulan bisa memicu gempa bumi.” [vivanews].
Prof. Thomas Djamaluddin, peneliti ahli antariksa juga tidak membantah adanya pengaruh super moon terhadap efek pasang surut, tetapi fenomena ini tidak berarti sebagai pertanda bencana. Yang perlu diwaspadai menurut Djamal adalah faktor lain seperti cuaca dan faktor geologis, dimana kondisi pasang ini bisa berkontribusi memperkuat efeknya. Maksud Prof. Djamal dapat dipahami, misalnya jika pada saat itu terjadi tsunami, penyebab utamanya bukanlahlah super moon, tetapi super moon akan berkontribusi menyebabkan gelombang tsunami menjadi lebih hebat. Intinya pandangannya super moon bukanlah sebab utama bencana. Tetapi jika ada spekulasi menyebutkan bahwa Tsunami Jepang yang baru-baru terjadi karena efek super moon, ditegaskannya tidak ada hubungan, sebab saat tsunami terjadi posisi bulan saat itu justru berada pada hampir titik terjauh.
Dari beberapa catatan tentang super moon yang bisa ditelaah dengan menarik angka dengan kelipatan 18 tahunan ke belakang, tidak terbukti sepenuhnya peristiwa super moon berkorelasi dengan berbagai bencana alam, oleh karena itu tidak bisa disimpulkan secara sederhana bahwa super moon merupakan pertanda bencana atau pemicu musibah. Hingga saat ini yang di akui oleh para ilmuwan, bahwa super moon memberi bisa memberikan penguatan efek tertentu, namun bukan penyebab utama bencana.


Tanggapan

  1. sangat membantu tugas saya dengan info ini


Tinggalkan Balasan ke Inthan D'endlees Love 'Chosa' Batalkan balasan

Kategori